[tutup]

Waspadai Kanker Serviks

24 Juli 2011 Unknown

Jumlah kasus kanker serviks atau leher rahim di Indonesia masih tinggi. Setiap hari diperkirakan muncul 40-45 kasus baru dan sekitar 20-25 perempuan meninggal setiap harinya karena kanker leher rahim. Terbatasnya akses informasi yang akurat diyakini menjadi salah satu penyebab tingginya kasus kanker leher rahim di Indonesia.

Demikian dikemukakan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari dalam acara Peringatan 1 Tahun Perempuan Peduli Kanker, Serviks Perangi Kanker Serviks , Senin (25/1/2010), di Jakarta. Perempuan harus lebih waspada dan melindungi diri sendiri dengan mencari informasi yang akurat tentang penyakit, deteksi, dan pencegahannya, kata Linda.

Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia (YKI) Adiati Arifin M Siregar menambahkan, kasus kanker leher rahim tinggi karena minimnya kesadaran untuk melakukan deteksi dini. Akibatnya, sebagian besar kasus yang ditemukan sudah masuk pada stadium lanjut dan menyebabkan kematian karena kanker leher rahim tidak menunjukkan gejala.

“Setiap perempuan berisiko terkena kanker leher rahim tanpa melihat kondisi sosial, ekonomi dan status, usia, dan gaya hidup,” ujarnya.

Kanker leher rahim merupakan jenis kanker terbanyak yang diderita perempuan Indonesia. Di Asia Pasifik, setiap tahun ditemukan sekitar 266.000 kasus kanker leher rahim, 143 .000 di antaranya meninggal dunia di usia produktif. Di seluruh dunia, setiap tahunnya terdapat kurang lebih 400.000 kasus baru kanker leher rahim, 80 persen di antaranya terjadi pada perempuan yang hidup di negara berkembang.

Meski penyebab utamanya virus yang bernama Human Papilloma Virus (HPV), kanker leher rahim berkaitan erat dengan gaya hidup. Penyimpangan pola kehidupan seksual, berhubungan seks pada usia muda, dan memiliki kebiasaan merokok juga merupakan faktor pencetus timbulnya kanker leher rahim.

Perempuan dewasa dan remaja putri baik yang sudah atau belum aktif secara seksual perlu diberikan informasi mengenai pencegahan kanker leher rahim. Salah satu cara pencegahan bisa dilakukan dengan pap smear secara rutin bagi yang telah berkeluarga dan imu nisasi HPV terutama bagi yang belum seksual aktif.

Rendahnya cakupan pap smear untuk mendeteksi penyakit ini secara dini menyebabkan angka insiden kanker leher rahim belum dapat diturunkan. “Perlu dipikirkan bagaimana pelayanan pap smear dan imunisasi HPV bisa terjangkau oleh perempuan di pedesaan hingga perkotaan,” kata Linda.

Vaksin mahal
Terjangkau dalam hal ini terkait dengan masalah biaya. Sebagai gambaran, biaya pengobatan dan terapi pra-kanker/kanker leher rahim (meliputi pembedahan/pengangkatan rahim, radioterapi, kemoterapi, kolposkopi, dan biopsi) membutuhkan biaya sekitar Rp 60 juta. Kanker leher rahim dapat dideteksi dini dengan pap smear atau IVA (inspeksi visual dengan asam asetat) secara teratur dengan biaya sekitar Rp 50 ribu hingga Rp 200 ribu.

Selain itu, kanker leher rahim juga dapat dicegah dengan vaksin yang relatif mahal dengan perkiraan harga jual di pasaran hingga Rp 700 ribu. Ketua II Bidang Pelayanan Sosial YKI dr Melissa Luwia mengatakan meski relatif mahal vaksinasi itu adalah c ara yang terbaik dan perlindungan paling aman bagi perempuan dari HPV tipe 16 dan 18.

Memang mahal. Vaksin ini sifatnya individual dan tidak bisa dibuat murah apalagi cuma-cuma. Paling-paling bisa minta harga khusus saja biar lebih murah sedikit. “Kalau di luar negeri seperti di Eropa, negara yang mengeluarkan uang untuk vaksinasi itu. Tetapi di Indonesia kan tidak bisa seperti itu. Siapa yang akan mengeluarkan uang untuk itu,” tanya Melissa.


Leave a Reply

Copyright @ 2011 | Designer by Musliad | Powered by Synergy